-->

Selasa, 20 Desember 2011

Juara PIMNAS XXIV PKM-T 2011

Juara PIMNAS XXIV PKM-T 2011. Sorak sorai terdengar membahana di deretan bangku tempat peserta Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) asal Universitas Airlangga. Fendy Purwanda, Yufan Febriawan, dan Dyar Sasmitro sontak berdiri dari kursi dan mengangkat kedua tangan mereka ke udara. Sementara Talitha Asmaria dan Luthfiana Dysi langsung berteriak gembira dan saling berpelukan. Juri PIMNAS XXIV Makassar baru saja mengumumkan tim mereka sebagai peraih medali emas untuk Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan Teknologi (PKM-T). Mahasiswa Unair yang sebelumya sempat pesimis menunggu pengumuman peraih medali PIMNAS XXIV turut menyambut kemenangan mereka dengan luapan antusias.

fendy purwanda

Fendy dan teman-temannya menciptakan THD, instrumen medis yang mampu mengukur kadar hemoglobin dalam darah sebagai salah satu pemeriksaan indikator kebocoran plasma pada demam berdarah.

Parameter demam berdarah ada dua macam. Pertama dengan melihat trombosit dalam darah. Kedua, dengan melihat kadar plasma liquid dalam darah. Cara kedua bisa juga bisa dilakukan melalui beberapa pendekatan, salah satunya dengan melihat haemoglobin. Fendy dan teman-temannya memilih melakukan tes hematokrit lewat kadar haemoglobin karena saat studi literatur mereka baru mampu menemukan jenis sensor yang bisa membaca kandungan kadar Hb.

Untuk melakukan tes hematokrit, transmiter THD memancarkan gelombang infra merah dengan panjang 568 nanometer. Sebagian gelombang diserap oleh haemoglobin, sedangkan sisanya dipantulkan kembali ke sensor THD. Besar kecilnya intensitas gelombang yang diserap berdasar pada kadar haemoglobin dalam darah. Dengan kalibrasi yang sudah dilakukan, THD akan mengkonversikan kadar haemogobin menjadi kadar hematokrit. Normalnya, kadar hematokrit akan menunjukkan angka 40-50% pada pria dan angka 30-40% pada wanita. Sedangkan pada pasien yang terindikasi demam berdarah akan menunjukkan angka 20% lebih besar dari kadar normal.

“Keunggulan alat ini adalah tidak invasif, sehingga tidak menimbulkan trauma psikologis bagi anak-anak yang takut jarum suntik, dan bermanfaat bagi lansia yang pembuluh darahnya lengket,” terang Fendy. Alat ini juga diakui cepat karena hasilnya bisa dilihat secara real-time dan lebih ekonomis karena THD bisa digunakan berkali-kali.

Prestasi tertinggi memang tidak bisa diraih jika tidak melewati jalan yang berliku dan terjal. Semakin berliku dan terjal jalan yang harus dilalui untuk sampai di prestasi puncak, semakin manis pula hasil yang dirasakan. Terjalnya jalan mereka memang tidak main-main. Sejak mencoba memulai membuat proporsal mengenai THD, Fendy dan kawan-kawannya selalu mendapat cobaan. Awalnya Fendy mendapat ide mengenai THD dari hasil membaca literatur. Fendy yang berasal dari Prodi Teknobiomedik membicarakan idenya tersebut pada Yufan yang mahasiswa Prodi Fisika.

Mereka lalu mengumpulkan teman-teman lain untuk membentuk tim. Dyar diajak karena dia berasal dari Prodi OSI yang mampu melakukan eksekusi teknik. Luthfi dipilih karena berasal dari Prodi Fisika mampu membantu Yufan menyumbang soal teorinya. Talitha diundang karena selain berasal dari Teknobiomedik, juga memiliki banyak link soal instrumen medis.
Fendy dan teman-temannya lalu mengajukan ide tersebut kepada dosen pembimbing, Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes. Widiyanti langsung mendukung ide tersebut karena beranggapan ide tersebut bagus dan akan sangat bermanfaat. Fendy dan teman-temannya juga sempat berkonsultasi dengan beberapa dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Dari hasil konsultasi tersebut, mereka mendapat kepastian bahwa alat tersebut bisa dibuat.

Setelah mendapat pengumuman bahwa proposal mereka termasuk dalam propoal yang didanai oleh Dikti, baru mereka mulai membuat alat tersebut. Di tengah pengerjaan THD, muncul kendala. Sensor yang diperlukan untuk THD ternyata tidak diproduksi di Indonesia.

“Sensornya kami pesan dari luar negeri. Kami memesan sensor itu dari Singapura. Itu pun perlu waktu lama untuk sampai ke Indonesia,” kisah Yufan. Sensor tersebut juga tidak bisa dipesan dalam jumlah sedikit, harus dalam jumlah banyak.

Masalah datang lagi menjelang tenggat waktu pengumpulan log book hasil penelitian. Karena kesibukan kuliah, ujian, dan aktivitas organisasi, pengerjaan THD dan log book-nya sempat terhenti. Tim mereka pun mengalami perpecahan dan sempat hampir bubar. Dosen pembimbing mereka juga marah karena log book tidak kunjung selesai. Untungnya konflik tersebut berhasil diselesaikan dan THD bisa selesai tepat waktu.

Sewaktu mengumpulkan sampel di RSUD Dr. Soetomo dan Laboratorium Klinika, tim mereka juga sempat diragukan oleh dokter di sana. “Karena kami bukan berasal dari jurusan kedokteran, apalagi teknik, dokter di sana sempat tidak percaya kami bisa membuat alat seperti ini,” kenang Yufan. Setelah berhasil menjalin kerja sama dengan RSUD Dr. Soetomo dan Laboratorium Klinika, tim mereka juga masih harus melakukan berbagai upaya untuk menyempurnakan alat mereka.

Mendekati waktu keberangkatan ke Makassar, tim mereka diuji lagi. Surat Pengantar Alat sebagai surat keterangan membawa alat untuk keperluan PIMNAS tidak dibawa, hampir saja alat THD tersebut tidak bisa masuk ke bandara, untung dengan cekatannya Fendy dan teman-temannya mampu menyelesaikannya. Ketika hari-H, beberapa personel sempat jatuh sakit dan mengalami gangguan kesehatan, bahkan ada yang sempat masuk rumah sakit. Namun pada akhirnya mereka bisa tampil full team.

Pada saat presentasi di depan juri, Talitha dan teman-temannya sempat pesimis. Namun satu hal yang mengejutkan pada saat uji coba THD, karena jurilah yang justru terlebih dulu meminta uji coba menggunakan alat itu. Dua di antara juri bahkan langsung mendatangi meja tim Fendy dan meminta dites kadar hematokritnya. Peserta sebelumnya tidak ada yang mendapat perlakuan seperti itu.

“Awalnya kaget juga waktu itu. Tidak tahu itu pertanda baik apa pertanda buruk,” kata Talitha sambil tertawa.

Untuk rencana ke depan, Fendy dan teman-temannya masih mempertimbangkan soal kemungkinan pengajuan paten THD. Pada keberlanjutan program adalah memaksimalkan teknik optikanya pada elemen kontak THD agar mampu mendeteksi kadar hematokrit lebih akurat. Selain itu, tim mereka juga memikirkan kemungkinan lain, yaitu bekerja sama dengan mitra untuk mengembangkan THD.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan tanggapan/komentar anda dikotak komentar dibawah ini, mohon tidak melakukan spam dalam komentar.

 
Iklan Jawa Pos | Toyota Insurance | Trainingsgerate