-->

Sabtu, 27 November 2010

Asma Bronkiale (Model Makalah)

 Bab I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
      Angka  kejadian  penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan  dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang  ada  di  dalam  makanan.  Salah  satu  penyakit  alergi  yang  banyak  terjadi  di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008)
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara  total. Kesembuhan  dari  satu serangan asma tidak  menjamin dalam  waktu dekat  akan  terbebas  dari  ancaman  serangan  berikutnya.  Apalagi  bila  karena pekerjaan  dan  lingkungannya  serta  faktor  ekonomi,  penderita  harus  selalu berhadapan  dengan  faktor  alergen  yang  menjadi  penyebab  serangan.  Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau  keluarganya,  tetapi  pengobatan  profilaksis  yang  memerlukan  waktu  lebih lama, sering menjadi problem tersendiri.
      Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas dan batuk terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luas inflamasi, menyebabkan obstruksi saluran napas yang bervariasi derajatnya dan bersifat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan.

I.2. Tujuan
       Dampak asma ditunjukkan oleh penelitian dari Amerika Serikat. Penderita asma anak kehilangan 10,1 juta hari sekolah atau 2 kali lebih besar dibanding anak yang tidak menderita asma, menyebabkan 12,9 juta kunjungan ke dokter dan perawatan di rumah sakit bagi sebanyak 200.000 penderita per tahun. Survei yang sama juga membuktikan adanya keterbatasan aktivitas pada 30% penderita asma dibanding hanya 5% pada yang bukan penderita asma. Demikian pula pada penderita asma dewasa. Suatu penelitian melaporkan jumlah pekerja yang absen  karena asma lebih dari  6 hari  per  tahun  mencapai  19,2%  pada
penderita asma derajat sedang dan berat, serta 4,4% pada penderita asma derajat ringan.
Centers   for Disease   Control   and  Prevention Amerika  Serikat   juga  melaporkan terdapat sekitar 2 juta penderita asma yang mengunjungi  unit gawat darurat dengan 500.000 penderita di antaranya harus di rawat di rumah sakit setiap tahunnya. Ditinjau dari segi biaya, pengobatan asma tidak dapat dikatakan murah.
Di negara maju biaya pengobatan asma setiap penderita berkisar antara 300-1300 US$ per tahun. Sedangkan di Amerika Serikat secara keseluruhan mencapai 12 milyar US$ per tahun, baik untuk biaya langsung seperti biaya dokter, obat, dan rumah sakit, maupun untuk biaya tidak langsung akibat hilangnya produktivitas kerja. Selain menimbulkan morbiditas yang telah dikemukakan di atas, asma juga dapat menyebabkan kematian. WHO memperkirakan tahun 2005 di seluruh dunia   terdapat 255.000 penderita meninggal karena asma, sebagian besar atau 80% terjadi di negara - negara sedang berkembang.
Semoga dengan terbentuknya makalah ini dapat membantu saudara – saudara kita yang membutuhkan informasi seputar asma, cara pencegahan, serta perawatan terhadap asma. Dan semoga dengan adanya makalah ini, maka semakin banyak saudara – saudara kita yang terselamatkan dari gangguan asma.

BAB II
Pembahasan
II.1.Definisi 
       Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990).
Menurut Sylvia Anderson (1995 : 149) asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang.
       Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1994)
       Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994) menjelaskan asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil.
       Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang ditandai dengan spasme bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama pada jalan nafas) (Joyce M. Black,1996).
Menurut Crocket (1997) asthma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dengan gejala bronkospasme yang reversibel.
      Asma merupakan  suatu  penyakit  gangguan  jalan  nafas  obstruktif  intermiten  yang bersifat  reversibel,  ditandai  dengan  adanya  periode  bronkospasme,  peningkatan respon  trakea  dan  bronkus  terhadap  berbagai  rangsangan  yang  menyebabkan penyempitan jalan nafas. (Medicafarma,2008)


II.2.Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi
Gambar : Otot Polos Bronkhiolus Penderita Asma
Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
       Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan
       Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
       Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
       Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
       Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronchus.
       Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
       Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan  asma bronkiale.
Asma Ekstrinsik dibagi menjadi :
Asma ekstrinsik atopik
Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:
Penyebabnya  adalah  rangsangan  allergen  eksternal  spesifik  dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1
Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehdupan, 85% kasus timbul sebelum usia 30 tahun
Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda
Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek.
Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan tubuh pada  IgE  yang  timbul  terutama pada  awal kehidupan  dan cenderung berkurang di kemudian hari
Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif
Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik
Ada riwayat keluarga yang menderita asma
Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat

Asma ekstrinsik non atopik
Memiliki sifat-sifat antara lain:
Serangan  asma  timbul  berhubungan  dengan  bermacam-macam alergen yang spesifik
Tes  kulit  memberi  reaksi  tipe  segera,  tipe  lambat  dan  ganda terhadap alergi yang tersensitasi dapat menjadi positif
Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik
Timbulnya  gejala  cenderung pada  saat  akhir  kehidupan atau  di kemudian hari
(Medicafarma,2008)

Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Gambar: Penyempitan saluran nafas
       Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
       Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).

Sifat dari asma intrinsik :
Alergen pencetus sukar  ditentukan
Tidak  ada  alergen  ekstrinsik  sebagai  penyebab  dan  tes  kulit memberi hasil negative
Merupakan kelompok  yang  heterogen,  respons  untuk terjadi asma dicetuskan oleh  penyebab  dan  melalui  mekanisme  yang  berbeda – beda
Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun dan disebut juga late onset asma
Serangan  sesak  pada  asma  tipe  ini  dapat  berlangsung  lama  dan seringkali  menimbulkan  kematian  bila  pengobatan  tanpa  disertai kortikosteroid.
Perubahan  patologi  yang  terjadi  sama  dengan  asma  ekstrinsik, namun tidak dapat dibuktikan dengan keterlibatan IgE
Kadar  IgE  serum  normal,  tetapi  eosinofil  dapat  meningkat  jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik
Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya  faktor rematoid, misalnya sel LE
Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%
Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai

Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Sehingga semakin kompleks. Asma  ini  mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

II.3.Patofisiologi Asma
Secara ringkas patofisiologi dari asma bronkhiale seperti gambar berikut :


Gambar: saluran nafas normal (kiri) dan saluran nafas penderita asma (kanan)
       Suatu serangan asma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
       Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema  mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
       Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).
        Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).


II.4.Faktor yang mempengaruhi timbulnya Asma
       Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Lorraine M.wilson,1995).
        Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis (N.L.G.Yasmin, 1995 dan Syaifuddin,1997).
       Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung.       Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air   untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari   jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai 100%(Lorraine M. Wilson, 1995).
       Asma ditandai dengan timbulnya mengi (wheezing), batuk dan rasa sesak di dada, sebagai akibat adanya bronkokonstriksi. Angka kesakitan dan kematian terus meningkat, dan meskipun telah dilakukan penelitian intensif, dasar penyebabnya masih belum diketahui. Namun terdapat 3 kelainan pada asma : sumbatan jalan napas yang sebagian reversible, inflamasi jalan napasserta hiperrespins jalan napas etrhadap berbagai rangsang.
       Adanya kaitan dengan alergi telah lama diketahui, dan kadar IgE plasma seringkali meningkat. Protein yang dilepaskan dari eosinofil pada reaksi inflamasi dapat merusak epitel saluran napas dan ikut berperan pada hiperrespons. Eosinofil dan sel mast melepaskan leukotrien yang menyebebakan bronkokonstriksi. Takikinin yang dilepas dari saraf sensorik pada saluran napas mungkin ikut berperan, dan didapatkan bukti adanya defisiensi VIP, suatu bronkodilator. Serangan asma lebih berat saat larut malam dan dini hari, karena seperti telah diuraikan sebelumnya, saat itu merupakan periode konstriksi maksimal irama sirkadian tonun bronkus. Udara dingin dan latihan fisik, yang keduanya biasanya menyebabkan brokokonstriksi, juga memicu serangan asma, dan pengaruh keduanya dicegah oleh penghambat sintesis atau kerja leukotrien. Rseptpr adrenergik-b memperantarai bronkodilatasi, dan pengobatan dengan inhalasi agonis adrenergik-b merupaka terapi standar ams. Reseptor muskarinik memperantarai bronkokonstriksi, dan obat penghambat  muskarinik kolinergik juga digunakan untuk pengobatan asma. Obat tambahan lain yang lazim digunakan adalah kromolin, yang menghamat pelepasan produk sel mast, dan glukokortikoid, yang menghambat respons inflamasi.
       Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring.  Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat follikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak, (Syaifuddin,1997).
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea di bawahnya (Syaifuddin,1997). Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah, (Larroin M.W, 1995).
       Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago satu dengan yang lain dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar(sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukusa, (Syaifuddin,1997).
       Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang . Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri. Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang,(Syaifuddin,1997).
       Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara) dan memiliki garis  1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus,(Lorraine M. Wilson,1995).
       Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru. (Lorraine M.Wilson,1995 ).
       Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi.
       Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra pleura dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita –8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun –2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar paru,(Lorraine M. Wilson,1995).
       Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli,(John Gibson,1995).
       Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke jaringan melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari cairan  jaringan kedalam darah (Lorraine M.Wilson, 1995).
       Fungsi sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah yang normal berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang  pH 7,0 – 7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun tambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun akibat hiper ventilasi, (Hudak dan Gallo,1997 ).


II.5.Faktor Pencetus Serangan Asthma Bronkiale
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asthma bronkiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :
(1)   Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
(2)   Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).
(3) Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai pencetus asthma, karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asthma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asthma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994). Tekanan jiwa merupakan pencetus perubahan pada paru yang memungkinkan terjadinya asma. Kecemasan yang berlangsung terus menerus tanpa adanya suatu tindakan akan mengakibatkan peningkatan kecemasan ke level yang lebih parah dan meningkatkan resiko cedera, fungsi fisiologi abnormal (Carol Taylor, 1997 : 783). Respon yang ditimbulkan oleh kecemasan dapat dimanifestasikan oleh syaraf otonom (simpatis dan parasimpatis). Respon simpatis akan menyebabkan pelepasan epineprin, adanya peningkatan epineprin mengakibatkan denyut jantung cepat, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan pada arteri meningkat. Kecemasan juga berdampak negatif pada fisiologi tubuh manusia antara lain dampak pada kardiovaskuler, sistem respirasi, gastro intestinal, neuromuscular, traktus urinarius, kulit, dampak pada perilaku, kognitif dan afektif.
(4) Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
(5) Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
(6) Polusi udara
Pasien asthma  sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
(7) Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 – 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).


II.6.Gejala Klinis Penyakit Asma
        Keluhan utama penderita  asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa  penderita  asma,  keluhan  tersebut  dapat  ringan,  sedang  atau  berat  dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Wheezing  terutama  terdengar  saat  ekspirasi.  Berat  ringannya  wheezing tergantung  cepat  atau  lambatnya  aliran  udara  yang  keluar  masuk  paru.  Bila dijumpai  obstruksi  ringan  atau  kelelahan  otot  pernapasan,  wheezing  akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hamper selalu ada, bahkan  seringkali  diikuti  dengan  dahak  putih  berbuih.  Selain  itu,  makin  kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.
       Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk  dengan  kedua  telapak  tangan  memegang  kedua  lutut.  Posisi  ini didapati  juga  pada  pasien  dengan  Chronic  Obstructive  Pulmonary  Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai  dengan  irama  pernapasan.  Frekuensi  pernapasan  terlihat  meningkat (takipneu), otot Bantu  pernapasan ikut  aktif, dan penderita tampak  gelisah. Pada fase  permulaan,  sesak  napas  akan  diikuti  dengan  penurunan PaO2  dan  PaCO2, tetapi  pH  normal  atau  sedikit  naik.  Hipoventilasi  yang  terjadi  kemudian  akan memperberat  sesak  napas,  karena  menyebabkan  penurunan  PaO2  dan  pH  serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi  sampai  110-130/menit,  karena  peningkatan  konsentrasi  katekolamin  dalam darah akibat respons hipoksemia.
Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma. Dan beberapa gejala lain yang dialami penderita asma yaitu;
Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale).

Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau cuaca dingin.

Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit.
Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya dalam mengatur pernafasan.
Pada usia anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal dirongga dada atau leher. Selama serangan asma, rasa kecemasan yang berlebihan dari penderita dapat memperburuk keadaanya. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.

II.7.Dampak yang ditimbulkan oleh asma Bronkhiale
       Dampak yang ditimbulkan oleh asma Bronkhiale  pada:
Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan berupa :
a. Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode inspirasi, pemanjangan ekspirasi
b. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan bahu waktu bernafas).
c. Pernafasan cuping hidung.
d. Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.
e. Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif.
f. Faal paru terdapat penurunan FEV1.
Sistem Kardiovaskuler
a. Takikardia
b. Tensi meningkat
c. Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah) 10 mmHg pada waktu inspirasi).
d. Sianosis
e. Diaforesis
f. Dehidrasi
Psikologis
a. Peningkatan ansietas (kecemasan) : takut mati, takut menderita, panik, gelisah.
b. Ekspresi marah, sedih, tidak percaya dengan orang lain, tidak perhatian.
c. Ekspresi tidak punya harapan, helplessness.
Hematologi
a. Eosinofil meningkat > 250 / mm3
b. Penurunan limfosit dan komponen sel darah putih yang lain.
c. Penurunan Immunoglobulin A (IgA)
II.8. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
Kristal-kristal  charcot  leyden  yang  merupakan  degranulasi  dari kristal eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid  dengan  viskositas  yang  tinggi  dan  kadang  terdapat  mucus plug.
Pemeriksaan darah
Analisa  gas  darah  pada  umumnya  normal  akan  tetapi  dapat  pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan  dari  Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. (Medicafarma,2008)

 II.9. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran  radiologi  pada  asma  pada  umumnya  normal.  Pada  waktu serangan  menunjukan gambaran  hiperinflasi  pada  paru-paru  yakni radiolusen  yang  bertambah  dan  peleburan  rongga  intercostalis,  serta diafragma  yang  menurun.  Akan  tetapi  bila  terdapat  komplikasi,  maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila  disertai  dengan  bronkitis,  maka bercak-bercak  di  hilus  akan bertambah.
Bila  terdapat  komplikasi  empisema  (COPD),  maka  gambaran  radiolusen akan semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila  terjadi  pneumonia  mediastinum,  pneumotoraks,  dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. (Medicafarma,2008)

II.10. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan  reaksi  yang  positif  pada  asma.  Pemeriksaan  menggunakan  tes tempel. (Medicafarma,2008)

II.9. Elektrokardiografi
Gambaran  elektrokardiografi  yang  terjadi  selama  serangan  dapat  dibagi menjadi  3  bagian,  dan  disesuaikan  dengan  gambaran  yang  terjadi  pada empisema paru yaitu :
Perubahan  aksis  jantung,  yakni  pada  umumnya  terjadi right  axis  deviasi dan clockwise rotation.
Terdapatnya  tanda-tanda  hipertropi  otot  jantung,  yakni terdapatnya  RBB (Right bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. (Medicafarma,2008)

II.10. Spirometri
Untuk  menunjukkan  adanya  obstruksi  jalan  napas  reversible,  cara  yang paling  cepat  dan  sederhana  diagnosis  asma  adalah  melihat  respon  pengobatan dengan  bronkodilator.  Pemeriksaan  spirometer  dilakukan  sebelum  dan  sesudah pemberian  bronkodilator  aerosol  (inhaler  atau  nebulizer)   golongan  adrenergik. Peningkatan  FEV1  atau  FVC  sebanyak  lebih  dari  20%  menunjukkan  diagnosis asma.  Tidak  adanya  respon  aerosol  bronkodilator  lebih  dari  20%.  Pemeriksaan spirometri  tidak  saja  penting  untuk  menegakkan  diagnosis  tetapi  juga  penting untuk  menilai  berat  obstruksi  dan  efek  pengobatan.  Banyak  penderita  tanpa
keluhan  tetapi  pemeriksaan  spirometrinya  menunjukkan  obstruksi.
II.11. Berdasarkan Keparahan Penyakit
Asma intermiten
Gejala  muncul  <  1  kali  dalam  1  minggu,  eksaserbasi  ringan  dalam beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80%
Asma ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi  <  1 kali dalam 1  hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas  atau tidur,  gejala  asma  malam  hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%
Asma sedang (moderate)
Gejala muncul tiap  hari,  eksaserbasi  mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi  beta 2  agonis kerja  cepat dalam  keseharian,  PEF dan  PEV1 >60% dan < 80%
Asma parah (severe)
Gejala  terus  menerus  terjadi,  eksaserbasi  sering  terjadi,  gejala  asma malam  hari sering terjadi,  aktifitas fisik  terganggu oleh  gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%

II.12. Penatalaksanaan
Pendidikan / edukasi kepada penderita dan keluarga
Pengobatan  yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan yang  komprehensif,  dimana  melibatkan  kemampuan  diagnostik  dan  terapi  dari seorang dokter  Puskesmas di satu  pihak  dan  adanya  pengertian  serta kerjasama penderita  dan  keluarganya  di  pihak  lain.  Pendidikan  kepada  penderita  dan keluarganya adalah menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga  dicapai hasil pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak.
Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya adalah :
1. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma :
Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena
faktor tertentu bisa kambuh lagi.
Bahwa  kekambuhan  penyakit  asma  minimal  bisa  dijarangkan  dengan
pengobatan jangka panjang secara teratur.

2. Memahami  faktor  yang  menyebabkan  serangan  atau  memperberat  serangan,
seperti :
Inhalan  :  debu  rumah,  bulu  atau  serpihan  kulit  binatang  anjing,  kucing,
kuda dan spora jamur.
Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.
Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.
Keadaan  udara  :  polusi,  perubahan  hawa  mendadak,  dan  hawa  yang
lembab.
Infeksi saluran pernafasan.
Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.
Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan.
Stres fisik atau kelelahan.

Penderita  dan  keluarga  sebaiknya  mampu  mengidentifikasi  hal-hal  apa
saja yang memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwa pada beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual dimana antara pasien satu dan yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal itu sulit untuk ditentukan secara pasti maka lebih baik untuk menghindari faktor-faktor si atas.

3. Memahami  faktor-faktor  yang  dapat  mempercepat  kesembuhan,  membantu
perbaikan dan mengurangi serangan :
Menghindari  makanan  yang  diketahui  menjadi  penyebab  serangan
(bersifat individual).
Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.
Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.
Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.
Berusaha  menghindari  polusi  udara  (memakai masker),  udara  dingin  dan
lembab.
Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk
dan pilek.
Minum  obat  secara  teratur  sesuai  dengan  anjuran  dokter,  baik  obat
simptomatis maupun obat profilaksis.
Pada  waktu  serangan  berusaha  untuk  makan  cukup  kalori  dan  banyak
minum air hangat guna membantu pengenceran dahak.
Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di
lingkungan dengan temperatur hangat.

4. Memahami kegunaan  dan  cara  kerja  dan cara  pemakaian obat –  obatan yang
diberikan oleh dokter :
Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.
Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.
Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.
Antibiotika  :  untuk  mengatasi  infeksi, bila  serangan  asma dipicu  adanya
infeksi saluran nafas.
5. Mampu menilai kemajuan dan kemundur an dari penyakit dan hasil pengobatan.
6. Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan
segera mencari pertolongan dokter.

Penderita dan keluarganya juga harus mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma, seperti :
1. Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres, padahal keadaan bronkus yang hiperaktif merupakan faktor utama.
2. Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan.
3. Baru berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti minum obat bila sesak nafas berkurang atau hilang.

Pengobatan asma
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.

1. Pengobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin Golongan Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empat kali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus      
a) Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutkan   drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik spektrum luas.

4. Pengobatan simptomatik
Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah :
a) Mengatasi serangan asma dengan segera.
b) Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.
c) Mencegah serangan berikutnya.

Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik di Puskesmas adalah:
1) Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta)
a) Adrenalin  (Epinefrin)  injeksi.  Obat  ini  tersedia  di  Puskesmas dalam kemasan ampul  2 cc. Dosis  dewasa :  0,2-0,5 cc dalam  larutan 1  : 1.000  injeksi  subcutan.
Dosis  bayi  dan  anak :  0,01 cc/kg  BB,  dosis  maksimal  0,25  cc.  Bila  belum  ada perbaikan, bisa diulangi sampai 3 X tiap15-30 menit.
b) Efedrin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 25 mg. Aktif dan efektif
diberikan peroral.
c) Salbutamol. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet kemasan 2 mg dan 4 mg. Salbutamol merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek samping minimal. Dosis : 3-4 X 0,05-0,1 mg/kg BB
2) Bronkodilator golongan teofilin
a) Teofilin. Obat ini tidak tersedia di Puskesmas. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV.
b) Aminofilin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 200 mg dan injeksi 240 mg/ampul. Dosis intravena : 5-6 mg/kg BB diberikan pelan-pelan. Dapat diulang 6-8 jam kemudian , bila tidak ada perbaikan. Dosis : 3-4 X 3-5 mg/kg BB
c) Kortikosteroid. Obat  ini tersedia di Puskesmas tetapi sebaiknya hanya dipakai dalam  keadaan  pengobatan  dengan  bronkodilator   baik  pada  asma  akut  maupun kronis  tidak  memberikan  hasil  yang  memuaskan  dan  keadaan  asma  yang membahayakan  jiwa  penderita  (contoh  :  status  asmatikus).  Dalam  pemakaian jangka  pendek  (2-5  hari)  kortikosteroid  dapat  diberikan dalam  dosis  besar  baik oral maupun parenteral,  tanpa perlu tapering  off. Obat  pilihan hidrocortison dan dexamethason (Medlinux,2008)
d) Ekspektoran.
Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan.  Sebaiknya  jangan  memberikan  ekspektoran  yang  mengandung antihistamin,  sedian  yang  ada  di  Puskesmas  adalah  Obat  Batuk  Hitam  (OBH), Obat Batuk Putih (OBP), Glicseril guaiakolat (GG)  (Medlinux,2008)
e) Antibiotik
Hanya  diberikan  jika  serangan  asma  dicetuskan  atau  disertai  oleh rangsangan infeksi  saluran  pernafasan,  yang  ditandai  dengan  suhu  yang  meninggi.

5. Pengobatan Profilaksis
Pengobatan  profilaksis  dianggap  merupakan  cara  pengobatan  yang  paling
rasional,  kar ena  sasaran  obat-obat  tersebut  langsung  pada  faktor-faktor  yang
menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung
dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut :
1) Menghambat pelepasan mediator.
2) Menekan hiperaktivitas bronkus.
Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :
a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.
b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan  dan meringankan beratnya serangan.
Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah :
Steroid dalam bentuk aerosol.
Disodium Cromolyn.
Ketotifen.
Tranilast.

PENUTUP
  Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.  Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya. Akhir kata  saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang  telah membantu  terbentuknya makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Perawat Sukses, http://ayosz.wordpress.com/2009/01/07/patofisiologi-asma/.pdf
2. Prof.Heru Sundaru. Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ringkasan Pidato Mengenai Asma. staff.ui.ac.id/internal/.../PidatopengukuhanProfHeruRingkasan
3. Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya
4. Medicafarma.  (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html
5. Medlinux.  (2008,  Juli  18). Penatalaksanaan  Asma  Bronkial
http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.html
6. Muchid,  dkk.  (2007,  September). Pharmaceutical  care  untuk  penyakit  asma.
Direktorat  Bina  Farmasi  Komunitas Dan  Klinik  Depkes  RI: http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan tanggapan/komentar anda dikotak komentar dibawah ini, mohon tidak melakukan spam dalam komentar.

 
Iklan Jawa Pos | Toyota Insurance | Trainingsgerate