I. PENDAHULUAN
Kasus demam, batuk, pilek.Flu burung, atau yang dikenal dengan Avian Flu, saat ini Kasus manifestasi neurologis pada flu burung H5N1 merupakan penyakit infeksi pada manusia yang menjadi hingga saat ini belum banyak dilaporkan; sehingga untuk perhatian di dunia termasuk Indonesia. Luasnya negara yang menilai apakah manifestasi neurologis ini merupakan kelainan mengalami outbreak dan mortalitas yang tinggi membuat yang lazim pada infeksi flu burung atau hanya insidentil, perlu WHO menetapkan kewaspadaan atas risiko pandemi avian ditelaah kasus ensefalitis yang berhubungan dengan flu burung. Akibat virus influenza tipe A subtipe selain H5N1 seperti yang Upaya deteksi dini merupakan salah satu hal penting banyak dipublikasi di Jepang atau beberapa kasus di Eropa mencegah pandemi dalam kaitannya terhadap temuan dan Amerika Serikat. kasus baru, pola penyebaran, dan keberhasilan membatasi penyebaran avian influenza pada manusia. Deteksi dini VIRUS PENYEBAB FLU BURUNG dimulai dengan temuan kasus influenza like illnesses (ILI) Flu burung atau avian influenza adalah infeksi pada yang disertai dengan riwayat kontak dengan unggas mati atau unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Virus korban flu burung di sekitar penderita. Hal ini Influenza tipe A merupakan salah satu tipe dari 2 tipe lain didasari atas pemahaman bahwa gejala flu burung didahului yaitu tipe B dan C. Virus Influenza tipe A dibagi menjadi oleh demam, batuk, dan pilek yang diikuti dengan perburukan beberapa subtipe berdasarkan variasi protein Haemaglutinin progresif berupa sesak.
Pada tahun 2005, di Vietnam Selatan, dilaporkan kasus seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang dirawat karena diare berat yang diikuti dengan kejang, koma, dan akhirnya meninggal dunia. Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal jumlah sel 1/mm, kadar glukosa normal, dan peningkatan kadar protein (0,81 g/L). Pada kasus ini, virus Avian Influenza A tipe H5N1 berhasil diisolasi dari cairan serebrospinal, feses, apus tenggorok, dan serum penderita. Kakak perempuan penderita yang berusia 9 tahun baru saja meninggal dunia (2 minggu sebelumnya) dengan gejala yang sama. Baik penderita maupun kakak penderita tidak menunjukkan adanya angguan respirasi. Kedua kasus ini menunjukkan kemungkinan infeksi influenza tipe A subtipe H5N1 memiliki spektrum klinis yang lebih luas dan skrining penderita flu burung harus diperluas tidak hanya mencurigai.
II. Ensefalopati Flu Burung
(H) dengan Neuroaminidase (N) yang terdapat pada envelope. Sejauh ini diketahui 15 jenis H dan 9 jenis N yang semuanya terdapat pada unggas dan beberapa kombinasi di antaranya telah dapat menyerang mamalia termasuk manusia. Beberapa subtipe Influenza A ini kemudian berubah (bermutasi) menjadi virus manusia misalnya H1N1, H2N2, dan H3N2 (gambar 1). Influenza tipe A subtipe H1N1 pernah menyebabkan pandemi yang menelan korban jutaan manusia di seluruh dunia (1918-1919). Dua pandemi lainnya dengan jumlah korban yang lebih sedikit yaitu Influenza tipe A subtipe H2N2 (1957) dan H3N2 (1968). Subtipe Influenza A penyebab flu burung saat ini adalah subtipe H5N1. Apakah kasus flu burung di Vietnam dengan gangguan neurologis tanpa gangguan respirasi merupakan kebetulan? Apakah kasus demikian insidensnya jarang pada flu burung akibat infeksi Influenza A ? Dari data epidemiologi ini dikhawatirkan bahwa bila Sejauh ini baru 1 kejadian ensefalitis/ensefalopati akibat subtipe lain dari tipe virus yang sama (influenza A) dapat flu burung H5N1 dilaporkan dalam New England Medical menyebabkan ensefalitis/ensefalopati, maka gangguan Journal(2005).
Sedikitnya laporan ensefalitis/ensefalopati kesadaran mungkin dapat menjadi tanda awal dari flu burung akibat H5N1 ini mungkin akibat rendahnya insidens atau Influenza tipe A subtype H5N1. lolosnya perhatian klinisi dalam mendiagnosis penderita ensefalitis/ensefalopati akibat virus Influenza H5N1, Adakah gambaran klinis yang mirip antar kasus mengingat protokol skrining hanya mencantumkan influenza ensefalitis/ensefalopati akibat influenza tipe A ? Like Illness (ILI) yaitu: demam, batuk, dan pilek sebagai Sesuai dengan laporan kasus flu burung dengan koma dan awal dari flu burung. diare tanpa sesak nafas di Vietnam akibat virus H5N1, Di Jepang, selama musim dingin tahun 1998-1999, terjadi ternyata kasus-kasus ensefalitis/ensefalopati akibat virus outbreak ensefalitis/ensefalopati.
Berdasarkan pemeriksaan Influenza tipe A subtipe selain H5N1 memiliki manifestasi virologi, dari total 202 kasus ensefalitis/ensefalopati, 148 klinis serupa yaitu demam, penurunan kesadaran, gangguan kasus dinyatakan sebagai influenza associated encephalitis/ sistem pencernaan tanpa gangguan respirasi (Tabel 1). Encephalopathy yang disebabkan oleh virus Influenza tipe A kasus, 87,8%) dan tipe B (17 kasus). Di Hokkaido Jepang sepanjang tahun 1994-1995 terdapat 12 kasus acute onset brain dysfunction yang secara klinis didiagnosis sebagai ensefalitis atau ensefalopati. Tidak ada satupun dari ke 12 kasus ini yang memiliki riwayat penyakit kronis yang dapat memicu komplikasi infeksi virus Influenza.
Togashi melanjutkan penelitiannya selama kurun 1995 -2002 dan mendapatkan 89 penderita Influenza-associated acute encephalopathy (51 laki-laki, 38 perempuan). Usia rata-rata penderita 3,8 tahun (rentang usia 9 bulan – 12 tahun) ; 78,7% terjadi pada usia 9 bulan hingga 5 tahun. Penyebab terbanyak adalah virus Influenza tipe A subtipe H3N2. Insidens tertinggi acute onset brain dysfunction memiliki pola yang sama dengan insidens tertinggi virus Influenza yang diisolasi dari pasien di Sapporo City General Hospital dan kasus Influenza Like Illnesses yang dilaporkan di Hokkaido.
III. PATOGENESIS ENSEFALOPATI FLU BURUNG
Bagaimana patogenesisnya? Mengapa ensefalitis/ensefalopati bisa terjadi tanpa didahului sesak atau gejala sistemik lain ? Patogenesis gangguan neurologis akibat infeksi virus Influenza pada manusia masih belum jelas diketahui, mengingat virus Influenza secara alami lebih sering bermultiplikasi di paru dan sangat jarang dapat diisolasi di otak. Namun, terdeteksinya virus Influenza atau RNA virus dalam cairan serebrospinal merupakan bukti adanya penetrasi virus ke dalam susunan saraf pusat (SSP). Para ahli meragukan penyebaran secara hematogen ke SSP mengingat virus Influenza sangat jarang dapat diisolasi dalam darah dan viremia pada infeksi virus influenza hanya singkat yaitu masa inkubasi dan awal gejala penyakit.
Bagaimana patogenesisnya? Mengapa ensefalitis/ensefalopati bisa terjadi tanpa didahului sesak atau gejala sistemik lain ? Patogenesis gangguan neurologis akibat infeksi virus Influenza pada manusia masih belum jelas diketahui, mengingat virus Influenza secara alami lebih sering bermultiplikasi di paru dan sangat jarang dapat diisolasi di otak. Namun, terdeteksinya virus Influenza atau RNA virus dalam cairan serebrospinal merupakan bukti adanya penetrasi virus ke dalam susunan saraf pusat (SSP). Para ahli meragukan penyebaran secara hematogen ke SSP mengingat virus Influenza sangat jarang dapat diisolasi dalam darah dan viremia pada infeksi virus influenza hanya singkat yaitu masa inkubasi dan awal gejala penyakit.
Tanaka (2002), menemukan bahwa virus Influenza A H5N1 yang diisolasi dari penderita flu burung di Hongkong tahun 1997 (A/Hongkong/156/97 dan A/Hongkong/483/97) mampu menginfeksi tikus transgenik BABc. Virus berhasil dideteksi dengan pewarnaan antibodi monoklonal di paru, otak, dan ganglia vagus tetapi tidak ditemukan di darah. Temuan ini mengundang pendapat bahwa virus influenza mungkin menyebar ke SSP melalui jalur axon misalnya nervus Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam SSP tampak vagus seperti jalur yang dilalui oleh virus rabies. Jalur perubahan histologi di batang otak dan thoracic spinal cord. penyebaran ini dikenal dengan istilah invasi transneural Lesi histologi di batang otak mulai tampak setelah 5 hari (transneural invasion).
Pasca inokulasi (pi) terutama di nucleus traktur soliter (NTS). Untuk membuktikan adanya invasi transneural, Matsuda dan nervus ambiguus (NA) (gb. 3). (2004) melakukan penelitian dengan cara inokulasi virus Influenza tipe A/Whistling swan/Shimane/499/83 (H5N3) strain 24a5b secara intranasal kepada tikus transgenik BALB/cA Jcl. Pada tikus ini kemudian salah satu n.vagusnya dipotong (vagektomi unilateral) untuk menilai adanya penyebaran virus di SSP. Kelainan histologi yang ditemukan adalah piknosis nukleus oligodendrosit dan peningkatan jumlah sel mikroglia. Lesi lebih lanjut berupa cuffing perivaskular sel mononuclear, nekrosis sel saraf, dan neuronofagia. Lesi histologi ini selalu bersamaan dengan ditemukannya antigen virus dalam nukleus dan terkadang dalam sitoplasma saraf atau sel glia Antigen virus yang ditemukan pada tikus yang tidak terdistribusi simetrik dalam ganglion di kedua lingkaran (cincin) di talamus.
Sedangkan pada tikus yang divagektomi, antigen virus Kasus anak laki-laki, usia 10 tahun, mengalami demam, tampak lebih dahulu (hari ke 3 pi) di sisi yang tidak kejang umum tonik-klonik, penurunan kesadaran, spastik sisi divagektomi (sisi kiri) kemudian baru tampak di sisi kanan tubuh tanpa kaku kuduk ataupun peningkatan reflek vagektomi (sisi kanan) pada hari ke 5 pi. Tidak tampaknya fisiologis. Beberapa hari setelah dirawat, penderita mengalami distribusi antigen virus di sisi yang vagektomi hingga hari ke 5 hemiparesis nervus fasialis kanan. Hari ke 4 sakit, MRI pi menunjukkan bahwa virus tidak dapat menyebar melalui menunjukkan lesi bilateral di pons dan thalamus. Vagus yang dipotong (setelah hari ke 5 pi), ditemukannya pemeriksaan antibodi virus Influenza tipe A menunjukkan antigen virus di sisi vasektomi menunjukan bahwa virus peningkatan titer 4 kali dalam periode 2 minggu pemeriksaan. mampu menyebar melalui akson-akson di dalam batang otak.
Keadaan ini menunjukkan bahwa pemeriksaan CT/MRI dapat lebih cepat membantu menegakkan diagnosis dibandingkan tahun 2005, Matsuda melaporkan hasil penelitian pemeriksaan antibodi spesifik. yang memperkuat bukti kemampuan virus avian Influenza tipe A menyebar melalui akson. Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa virus avian Influenza tipe A subtipe H5N3 strain 24a5b dapat menyebar melalui sitoskeleton dan berada dalam nukleus dari kultur sel saraf tikus BALB/c. Lebih lanjut diketahui bahwa bagian jaringan sitoskeleton yang dilalui virus adalah intermediate filament dan mungkin melalui bagian lain selain sitoskeleton seperti glia.
IV. Pemeriksaan Yang Tepat Untuk Membuktikan Adanya Ensefalitis/Ensefalopati.
IV. Pemeriksaan Yang Tepat Untuk Membuktikan Adanya Ensefalitis/Ensefalopati.
Pemeriksaan yang tepat untuk membuktikan adanya ensefalitis/ensefalopati akibat influenza adalah pemeriksaan virus di cairan serebrospinal. Outcome ensefalitis/ensefalopati berhubungan dengan adakah pemeriksaan penunjang yang dapat membantu usia penderita dan temuan CT/MRI. Sekuele berat dan menegakkan diagnosis ensefalitis/ensefalopati akibat virus kematian lebih banyak pada anak-anak dengan kelainan Influenza ? Patologi yang tampak pada CT/MRI. Meskipun demikian pada Pemeriksaan yang tepat untuk membuktikan adanya beberapa kasus dengan CT/MRI normal dapat juga mengalami ensefalitis/ensefalopati akibat influenza adalah pemeriksaan sekuele berat seperti choreoatetosis, perubahan perilaku, virus di cairan serebrospinal. Pemeriksaan yang dapat quadriparesis spastik, dan vegetative state yang menetap.mendeteksi adanya virus influenza adalah serologi dan PCR.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat membantu diagnosis bagaimana perjalanan penyakit dan prognosis penderita adalah CT-scan dan MRI. Meskipun biasanya CT-scan dan MRI pada kasus perjalanan penyakit penderita ensefalitis/ensefalopati ensefalitis akut tidak selalu dapat memberikan gambaran khas akibat Influenza sulit dinilai akibat tingginya mortalitas dan etiologi, namun pada ensefalitis akibat virus Influenza tipe A, cepatnya proses penyakit. Interval rata-rata antara timbulnya CT-scan dan MRI dapat memberikan gambaran khas yang demam hingga timbulnya gejala neurologis adalah 1,7 hari terletak di pons dan talamus.Kelainan khas yang tampak (0-10 hari). Nakai (2003), melaporkan interval antara dalam CT otak adalah gambaran densitas rendah simetris di timbulnya demam hingga kematian adalah 1,5-5 hari talamus, pons, dan batang otak. Pada pemeriksaan MRI sedangkan interval antara timbulnya gejala neurologis hingga dengan kontras didapatkan gambaran kelainan berbentuk hanya 1,5 jam-2 hari. Toghasi melaporkan bahwa ensefalopati akibat influenza A masih diragukan.
Meskipun selama kurun waktu 1995-2002 di Jepang, tanpa perawatan amantadine dan oseltamivir dapat mengatasi flu burung dan intensif, 33 (37.1%) dari 89 penderita Influenza-associated mencegah komplikasi, namun efektifitasnya dalam mencegah acute encephalopathy meninggal, 17 (19,1%) menderita terjadinya komplikasi ensefalitis/ensefalopati masih belum sekuele neurologis, dan 39 (43,8%) sembuh sempurna (gb.6).dapat diketahui. Penggunaan antiviral belum dapat menurunkan morbiditas ataupun mortalitas ensefalitis/ ensefalopati akibat influenza tipe A. Tatalaksana utama untuk ensefalitis/ensefalopati akibat influenza A adalah terapi suportif yang meliputi observasi penurunan kesadaran, pengendalian tekanan tinggi intrakranial, mengatasi kejang, pengobatan edema otak.
V. PENUTUP
Kasus Flu Burung dengan penurunan kesadaran tanpa batuk, pilek dan sesak nafas telah terjadi fatal. Kasus Flu Burung (virus Influenza tipe A subtipe) H5N1 Apa faktor risiko terjadinya ensefalitis/ensefalopati akibat dengan penurunan kesadaran tanpa didahului batuk, pilek, dan infeksi virus Influenza tipe A ? Sesak nafas telah terjadi di Vietnam virus Influenza tipe A. Sampai saat ini belum cukup penelitian epidemiologi memiliki kemampuan menginvasi SSP melalui jalur akson yang mampu mengungkapkan faktor risiko, namun tampak sehingga dapat terjadi tanpa didahului batuk, pilek, ataupun bahwa insidens ensefalitis/ensefalopati akibat influenza tipe A sesak nafas seperti beberapa kasus ensefalitis/ ensefalopati anak usia di bawah 5 tahun lebih tinggi.
Mori (1999) flu burung tidak saja pada penderita ILI dan sesak tetapi juga mendapatkan telah terjadi mutasi di receptor binding pada kasus demam disertai penurunan kesadaran walaupun site protein hemaglutinin (HA) pada keenam virus influenza tanpa disertai batuk, pilek, dan sesak. Tipe A subtipe H3N2 yang diisolasi dari enam penderita ensefalopati. Mutasi terjadi di asam amino hemaglutinin (HA). Virus Influenza A H3N2 yang diisolasi dari penderita ensefalopati memiliki asam amino phenylalanine pada urutan 137 HA, sedangkan virus influenza H3N2 yang diisolasi dari penderita nonensefalopati memiliki asam amino tyrosine pada urutan 137 HA dicatat dalam bentuk: 137 (tyr → phe). Adanya perbedaan asam amino ini diduga kuat berhubungan dengan kemampuan virus menginvasi SSP. Penderita ensefalitis akibat influenza A perlu dirawat di ICU.
VI. TINJAUAN PUSTAKA
1. WHO. Avian Influenza, including Influenza A (H5N1), in Humans: WHO Intern Infection Control Guideline for Health-care Facilities. Available at http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/guiddelines/infectioncontrol/en/index.html.2006
2. IDAL Flu Burung: Gambaran umum, deteksi, dan penanganan awal. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005.
3. Toghasi T. Matsuzono Y, Narita M, Morishima T. Influenza-associated acute encephalopathy in Japanese children in 1994-2002. Virus Res.2004:103:75-8
4. Studahl M. Influenza virus and CNS manifestations. J Clin Virol 2003:28:225-32
Compiled by :
Fendy Purwanda, BME Unair 2009
siiip ... tapi pas liad gambar bawah sendiri mak jedeeer ... tak kira isinya resep bikin mi ayam :))
BalasHapusoh, bukan arin, hehe.. ini yg nyusun makalahnya..
BalasHapus